Monday, November 26, 2012

Selisih Atau Tidak?


Sejak kecil lagi, fikiran kita telah disuntik oleh idea "solat berjemaah itu sunat". Dan kita pun solat di rumah karena ianya tidak wajib. Bagaimana jika suatu hari, kita didatangkan dengan perkhabaran bahwa "solat berjemaah di masjid itu wajib bagi lelaki" (disertai dalil-dalil sahih atau kalau malas nak cari, google sahaja "kewajiban solat berjemaah"). Adakah kita akan dengar dan taat?

Sejak dahulu lagi, kita dibesarkan dengan idea "menyimpan janggut itu sunat". Bila kita besar, kita cukur janggut kita karena ianya tidak wajib disimpan dan agar kelihatan kacak. Bagaimana jika suatu hari, kita diberitahu bahwa "menyimpan janggut adalah wajib" (dan disepakati oleh SEMUA imam mazhab). Adakah kita akan dengar dan taat?

Bagaimana jika baaaaanyak lagi perkara-perkara lain dalam kehidupan ini yang kita yakini sunat selama ini, ternyata adalah wajib? Bahkan dalil-dalilnya cukup sahih dan jelas. Adakah kita tetap dengan pendirian bahwa itu semua sunat? Tak mengapa jika tidak dilaksanakan?


Nabi kita berbangsa arab, bertutur dalam bahasa arab. Al-Quran kita berbahasa arab. Dan sekalipun ada masyarakat yang benar-benar faham mengenai bahasa hadith dan al-Quran, sudah pasti masyarakat arab sendiri.

Para sahabat terlalu ramai yang bertebaran di muka bumi untuk menyampaikan syiar Islam, seperti banyaknya bintang-bintang di langit. Tapi, masih banyak juga para sahabat yang tetap berada di kota suci Mekah dan Madinah menyambung dakwah nabi kita.

Sabahat yang berdakwah di luar kota itu, adakah kita yakin bahwa apa yang disampaikannya pada hari itu... akan kekal 100% tanpa sedikit pun berubah sekalipun telah 1000 tahun berlalu? Tidak, pasti akan ada percampuran budaya agama lain seperti hindu, nasrani dsb. Lihatlah sendiri di sekeliling kita..

Berbanding dengan sahabat di dalam kota, dakwahnya masih utuh karena sekalipun ada yang terlupa akan sesuatu, masih ramai sahabat lain ada untuk mengingatkannya. Dan ajaran yang disampai oleh nabi kita diturunkan langsung dari seorang guru ke anak muridnya, ke anak muridnya dan seterusnya.

Jadi apabila berhadapan dengan suatu perselisihan pendapat mengenai agama, siapakah yang terbaik untuk kita dapatkan rujukan? Adakah turun-temurun nenek moyang kita yang sudah pasti bukan ajaran murni Islam karena terdapat percampuran budaya agama lain? Atau pendapat mereka yang benar-benar memahami bahasa hadith dan al-Quran?

Sekalipun ada para ustaz yang belajar dari Mesir, Jordan dsb, jika pun mereka mendengar akan hadith-hadith nabi, adakah mereka 100% taat? Atau mereka mengubah maksud hadith nabi itu demi kepentingan mereka?

Berapa ramai ustaz yang pada hari ini, bila diperdengarkan suatu hadith, mereka berkata...
"itu bukan yang nabi maksudkan"
"saya RASA, yang nabi maksudkan adalah..."

now what? mereka lebih faham daripada nabi sendiri? Dalam isu bergambar contohnya, jika di arab mereka semua (mufti dan para ulama') sepakat menyatakan bahwa mengambil gambar (hidupan sprt manusia dan haiwan) adalah haram kerana ia menyanggahi hadith nabi yang bermaksud..

Diriwayatkan oleh imam Muslim, Sabda Nabi berbunyi, "Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari khiamat ialah orang-orang yang menggambar"


..namun bila hadith itu masuk ke negara kita, para ustaz mengeluarkan pendapat "oh, itu kesalahan bahasa orang arab. Yang nabi maksudkan adalah melukis potret. Bukan mengambil gambar. Dalam bahasa arab, kata dasar untuk perkataan kamera adalah gambar. Jadi bukanlah gambar yang sebenarnya. Lagipun kita bukan meniru ciptaan Allah, tindakan kita hanya menekan punat kamera, dan gambar yang terhasil adalah akibat tindak balas antara cahaya dan mekanisme kamera itu sendiri" dan byk lagi jawapan ilmiah lain yang meyakinkan..

Pendapat yang diberikan adalah bagi membenarkan tindakan mereka, agar mereka diterima oleh masyarakat. Cuba kalau mereka bersetuju akan pengharaman gambar, menyatakan bahwa mengambil gambar itu haram, agaknya bagaimana reaksi masyarakat? Sudah pasti dia akan dicerca masyarakat..

Pun begitu, sudah menjadi norma masyarakat kita yang sopan dan santun, tidak mahu perpecahan.. maka bila datangnya perkara seperti itu, jawapan mudahnya adalah "perkara ini merupakan perselisihan pendapat" seolah-olah mereka mengatakan "tak mengapa, sila la buat yang mana kita suka"

Jadi kalau rasa itu perbezaan pendapat, maka tak perlu la ada tegang urat nak berdebat bagai, kan? Terimalah pendapatnya jika jelas tidak menyanggahi Allah dan Rasul-Nya.. tak gitu?

Allahua'lam

No comments:

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...